SUARA PERUBAHAN: Kreatif, Inovatif, Religius

Kesalehan Sosial Uchiha Itachi

 Penulis: Farid Mafakhirul Umam

Ilustrasi: Facebook AnimeKota


Sejak kecil, Itachi memang telah menunjukkan sifat kesalehan sosial dalam dirinya. Tidak hanya dimensi kesalehan personal  yang ia pegang dalam menjalani hidupnya, tetapi juga dimensi sosial sebagai pelengkap dari kesalehan personal yang ia miliki. 

Kesalehan sosial sendiri artinya nilai yang memandang hubungan antar manusia juga penting dalam berkehidupan untuk menciptakan kebaikan bersama yang berkelanjutan. Tidak hanya kebaikan untuk diri sendiri, kesalehan sosial memandang lebih luas kebaikan yang bisa diterima secara universal. Bagi Itachi , tidak komplit rasanya jika seseorang hanya memiliki kesalehan personal.  Baginya, kesalehan yang ideal adalah Kesalehan yang mensinergikan antara dimensi  personal dan sosial.

Mau bagaimanapun, dalam hidup, Itachi memandang bahwa manusia hidup tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain karena hidup yang manusia jalani pastinya beriringan dengan manusia lain di sekitarnya. Tentunya, hal ini selaras dengan apa yang disabdakan baginda Nabi SAW:

خير الناس انفعهم للناس

"Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya "

Nilai-nilai itu—kebermanfaatan—selalu Itachi pegang semasa hidupnya bahkan sejak ia berada dalam akademi ninja.  Keinginannya untuk terus belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya demi kemajuan klan dan desa adalah bentuk kesadarannya untuk memberikan manfaat yang tidak banyak teruntuk dirinya sendiri.  Itachi paham betul tanggung jawabnya sebagai penerus klan Uchiha dan sebagai Shinobi desa Konoha. Oleh karena itu, ia selalu menggeser kepentingan individu atau pun kepentingan segelintir kelompok dan selalu mengutamakan kepentingan yang ia lakukan dapat membawa kemaslahatan bagi desa.

Salah satu kejadian yang membuktikannya memiliki kesalehan sosial adalah pada saat konflik antara klan Uchiha dan desa Konoha.  Kisruh panjang yang tak pernah usai antar keduanya memang saat itu membuat Itachi memiliki dilema, gundah-gulana, yang membuatnya kelu, nyaris tak bisa berbuat apa-apa.  Satu sisi, klannya adalah jati diri yang ia punya.  Namun, di sisi lain, desa adalah bagian penting dari jati diri yang ia miliki. Tanpa keduanya, dirinya sudah pasti bukanlah siapa dan apa-apa.

Itachi memandang klan dan desa mempunyai peranan yang sama; keduanya adalah entitas kehidupan yang harus dijaga untuk keberlangsungan hidup masyarakat desa Konoha. Tanpa klan, desa tidak mungkin berdiri kokoh karena klan sendiri adalah pondasi terbentuknya suatu desa. Namun, tanpa desa, klan hanya sekumpulan masyarakat nomaden yang tujuannya mengekspansi dan memerangi satu sama lain. Dengan desa, klan bisa membuat tujuan bersama dalam perdamaian kolektif demi terpictanya kehidupan yang harmonis sehingga menghindari adanya sistem anarki yang memiliki sistem eliminasi atau hukum rimba.

Namun, pemikiran rasional atas dasar kesalehan yang Itachi miliki tidak digubris oleh pemimpin klan Uchiha yang sudah dipenuhi dengan kebencian. Atas dasar dendam dan diskriminasi desa terhadap klannnya, kemarahan klan Uchiha sudah tidak terbendung lagi sehingga jalan terakhir yang mereka tempuh adalah perlawanan terhadap Konoha dengan tujuan kudeta kepemimpinan. Itachi pun gusar, ia menjadi bimbang. Namun, hal tersebut adalah bagian dari "pengujian" kesalehan sosial yang ia miliki. Itachi memutuskan untuk menghadapi masalah yang ada di depan mata ini dengan kepala dingin, ia mencoba mencari cara alternatif yang sekiranya bisa menjadi akhir yang baik paling tidak untuk kedua belah pihak.

Kemudian, ia berfikir, apabila terjadi perang saudara, tidak hanya klan maupun pihak pemerintah desa yang terdampak, melainkan juga seluruh Konoha.  Pertumpahan darah tidak akan habis dan akhirnya akan menjadi perang dunia ninja di mana Kohona menjadi episentrum wilayah peperangan.

Melihat situasi yang akhirnya akan membawa kehancuran ummat, Itachi akhirnya mempunyai cara: bermain dua kaki, melakukan audiensi, hingga mempercayakannya kepada Uchiha Shisui. Namun, situasi politik yang kompleks antara keduanya membuat Itachi hanya mempunyai 2 pilihan: bergabung bersama klan dan memicu perang saudara atau bergabung bersama desa dengan membunuh seluruh anggota klan kecuali adiknya sehingga bisa memberikan keberlangsungan hidup bagi masyarakat.

Itachi menimbang dengan seksama dan bisa jadi ia sempat bermunajat karena memahami bahwa pilihan yang akan diambilnya adalah sebuah pilihan yang salah, tapi setidaknya pilihan itu adalah bukti dirinya yang mementingkan kemaslahatan umum bukan kepentingan sebagian kelompok. Dalam hal ini, Itachi mencoba berfikir logis, apabila ia menyelamatkan desa dan bertaruh nasibnya sebagai Uchiha, maka setidaknya ia bisa memberikan keselamatan bagi masyarakat dan juga adiknya (Sasuke) meski harus membunuh seisi klan, termasuk kedua orangtuanya.

Meski keputusan yang ia pilih adalah sebuah kesalahan. Baginya, itu adalah pilihan terbaik yang mungkin akan menjadi kebaikan bagi orang banyak, umumnya bagi masyarakat Konoha. Pada akhirnya, Itachi memilih jalan terjal dengan menanggung semua dosa dan bertanggung jawab penuh atas kebencian klan maupun pemerintah desa.  Semua beban disematkan pada pundak Itachi; stigma, dendam, hingga kebencian orang-orang—termasuk adiknya, Sasuke—demi membiarkan nama klan dan desa tidak ternodai sedikitpun.

Kita sendiri dapat menyimpulkan, bahwa kedamaian dan ketentraman Konoha saat itu tidak akan terwujud bila Itachi tidak berpasrah mengambil inisiatif atas dasar kesalehan sosialnya.