Kesalehan Sosial Uchiha Itachi
Penulis: Farid Mafakhirul Umam
Sejak kecil, Itachi memang telah menunjukkan sifat kesalehan sosial dalam dirinya. Tidak hanya
dimensi kesalehan personal yang ia pegang dalam menjalani hidupnya,
tetapi juga dimensi sosial sebagai pelengkap dari kesalehan personal yang ia
miliki.
Kesalehan sosial sendiri artinya nilai yang memandang hubungan
antar manusia juga penting dalam berkehidupan untuk menciptakan kebaikan
bersama yang berkelanjutan. Tidak hanya kebaikan untuk diri sendiri, kesalehan
sosial memandang lebih luas kebaikan yang bisa diterima secara universal. Bagi Itachi , tidak
komplit rasanya jika seseorang hanya memiliki kesalehan personal. Baginya, kesalehan yang ideal adalah
Kesalehan yang mensinergikan antara dimensi
personal dan sosial.
Mau bagaimanapun, dalam hidup, Itachi memandang bahwa manusia
hidup tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain karena
hidup yang manusia jalani pastinya beriringan dengan manusia lain di
sekitarnya. Tentunya, hal ini selaras dengan apa yang disabdakan baginda Nabi
SAW:
خير الناس انفعهم للناس
"Sebaik-baiknya manusia adalah yang
bermanfaat bagi manusia lainnya "
Nilai-nilai itu—kebermanfaatan—selalu Itachi pegang semasa
hidupnya bahkan sejak ia berada dalam akademi ninja. Keinginannya untuk terus belajar dan mencari
ilmu sebanyak-banyaknya demi kemajuan klan dan desa adalah bentuk kesadarannya
untuk memberikan manfaat yang tidak banyak teruntuk dirinya sendiri. Itachi paham betul tanggung jawabnya sebagai
penerus klan Uchiha dan sebagai Shinobi
desa Konoha. Oleh karena itu, ia selalu menggeser kepentingan individu atau pun
kepentingan segelintir kelompok dan selalu mengutamakan kepentingan yang ia
lakukan dapat membawa kemaslahatan bagi desa.
Salah satu kejadian yang membuktikannya memiliki kesalehan sosial
adalah pada saat konflik antara klan Uchiha dan desa Konoha. Kisruh panjang yang tak pernah usai antar
keduanya memang saat itu membuat Itachi memiliki dilema, gundah-gulana, yang
membuatnya kelu, nyaris tak bisa berbuat apa-apa. Satu sisi, klannya adalah jati diri yang ia
punya. Namun, di sisi lain, desa adalah
bagian penting dari jati diri yang ia miliki. Tanpa keduanya, dirinya sudah
pasti bukanlah siapa dan apa-apa.
Itachi memandang klan dan desa mempunyai peranan yang sama;
keduanya adalah entitas kehidupan yang harus dijaga untuk keberlangsungan hidup
masyarakat desa Konoha. Tanpa klan,
desa tidak mungkin berdiri kokoh karena klan sendiri adalah pondasi
terbentuknya suatu desa. Namun, tanpa desa,
klan hanya sekumpulan masyarakat nomaden yang tujuannya mengekspansi dan
memerangi satu sama lain. Dengan desa, klan bisa membuat tujuan bersama dalam
perdamaian kolektif demi terpictanya kehidupan yang harmonis sehingga
menghindari adanya sistem anarki yang memiliki sistem eliminasi atau hukum
rimba.
Namun, pemikiran rasional atas dasar kesalehan yang Itachi miliki
tidak digubris oleh pemimpin klan Uchiha yang sudah dipenuhi dengan kebencian.
Atas dasar dendam dan diskriminasi desa terhadap klannnya, kemarahan klan Uchiha
sudah tidak terbendung lagi sehingga jalan terakhir yang mereka tempuh adalah
perlawanan terhadap Konoha dengan tujuan kudeta kepemimpinan. Itachi pun gusar,
ia menjadi bimbang. Namun, hal tersebut adalah bagian dari
"pengujian" kesalehan sosial yang ia miliki. Itachi memutuskan untuk
menghadapi masalah yang ada di depan mata ini dengan kepala dingin, ia mencoba
mencari cara alternatif yang sekiranya bisa menjadi akhir yang baik paling
tidak untuk kedua belah pihak.
Kemudian, ia berfikir, apabila terjadi perang saudara, tidak hanya
klan maupun pihak pemerintah desa yang terdampak, melainkan juga seluruh
Konoha. Pertumpahan darah tidak akan
habis dan akhirnya akan menjadi perang dunia ninja di mana Kohona menjadi
episentrum wilayah peperangan.
Melihat situasi yang akhirnya akan membawa kehancuran ummat,
Itachi akhirnya mempunyai cara: bermain dua kaki, melakukan audiensi, hingga
mempercayakannya kepada Uchiha Shisui. Namun, situasi politik yang kompleks
antara keduanya membuat Itachi hanya mempunyai 2 pilihan: bergabung bersama
klan dan memicu perang saudara atau bergabung bersama desa dengan membunuh
seluruh anggota klan kecuali adiknya sehingga bisa memberikan keberlangsungan
hidup bagi masyarakat.
Itachi menimbang dengan seksama dan bisa jadi ia sempat bermunajat
karena memahami bahwa pilihan yang akan diambilnya adalah sebuah pilihan yang
salah, tapi setidaknya pilihan itu adalah bukti dirinya yang mementingkan
kemaslahatan umum bukan kepentingan sebagian kelompok. Dalam hal ini, Itachi
mencoba berfikir logis, apabila ia menyelamatkan desa dan bertaruh nasibnya
sebagai Uchiha, maka setidaknya ia bisa memberikan keselamatan bagi masyarakat
dan juga adiknya (Sasuke) meski harus membunuh seisi klan, termasuk kedua
orangtuanya.
Meski keputusan yang ia pilih adalah sebuah kesalahan. Baginya,
itu adalah pilihan terbaik yang mungkin akan menjadi kebaikan bagi orang
banyak, umumnya bagi masyarakat Konoha. Pada akhirnya, Itachi memilih jalan
terjal dengan menanggung semua dosa dan bertanggung jawab penuh atas kebencian
klan maupun pemerintah desa. Semua beban
disematkan pada pundak Itachi; stigma, dendam, hingga kebencian
orang-orang—termasuk adiknya, Sasuke—demi membiarkan nama klan dan desa tidak
ternodai sedikitpun.
Kita sendiri dapat menyimpulkan, bahwa kedamaian dan ketentraman Konoha saat itu tidak akan terwujud bila Itachi tidak berpasrah mengambil inisiatif atas dasar kesalehan sosialnya.