SUARA PERUBAHAN: Kreatif, Inovatif, Religius

Kisah Penulis Novel yang Diburu Umat Islam dan Kepalanya Dihargai 3 Juta Dollar

Oleh Ryas Ramzi

Salman Rushdie, penulis novel paling dicari umat Islam. (Dok. REUTERS/Paul Hackett)

Pelarangan edar dalam dunia penerbitan buku mungkin sudah sering terjadi. Akan tetapi, pernah tidak kawan-kawan membaca sebuah novel yang bukan hanya dilarang pendistribusiannya, melainkan mengakibatkan kemarahan umat Islam di seluruh dunia, gejolak geopolitik yang amat dahsyat hingga Imam Khomeini mengeluarkan fatwa dan sayembara serta hadiah sebesar 3 juta dollar bagi siapa pun yang bisa memenggal kepala penulisnya?

Salman Rushdie, penulis novel paling kontroversial “The Satanic Verses” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Ayat-Ayat Setan” memaksa kita untuk membayangkan sebuah novel dengan hanya bermodalkan pena, kertas, dan imajinasi mampu melebihi daya ledak dan radius gelombang kejut bom termonuklir.

Ayat-Ayat Setan, novel paling kontroversial pada akhir abad 20 mengakibatkan pelarangan edar di 17 negara. Warga negara yang membacanya diancam hukuman pidana. Demonstrasi dengan jumlah massa yang besar terjadi dan menelan korban jiwa. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi dan distribusi mengalami teror sepanjang waktu. Salman Rushdie pun terpaksa hidup dalam persembunyian selama belasan tahun.

Seperti apa kehidupan Salman Rushdie sebelum dan setelah terbitnya Ayat-Ayat Setan? Kenapa Ayat-Ayat Setan mendapatkan reaksi keras dan kemarahan besar dari umat Islam di seluruh dunia?

Saya mengajak kawan-kawan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan membaca, mengingat, membayangkan, dan merefleksikan kisah paling kontroversial dari dunia kesusastraan. Barangkali dengan segelas kopi atau teh dapat menemani kita untuk menyelami kisah di bawah ini nantinya.

Kehidupan Salman Rushdie, si “musuh bersama” umat Islam

Salman Rushdie adalah diaspora asal India yang tinggal di Inggris. Lahir pada 19 Juni 1974 di Bombay—saat ini dikenal dengan Mumbai—, India. Tepat 8 minggu sebelum peristiwa Pemisahan India dari Kerajaan Inggris. Rushdie kecil hidup sebagai seorang muslim Kashmir. Ayahnya, Anis Ahmed Rushdie adalah seorang pengacara jebolan Universitas Cambridge. Sedangkan, Negin Bhatt, ibunya adalah seorang guru.

Dengan privilege yang dimiliki sejak kecil, Rushdie menjadi sosok pemuda dan manusia dengan pemikiran yang bertolak belakang dengan teman-teman sebayanya. Menjadi diaspora sejak usia 13 tahun dan menyelesaikan studinya di Universitas Cambridge. Membiayai kuliahnya dengan bekerja sebagai penulis lepas. Sempat pindah ke Pakistan sampai akhirnya menetap secara permanen di Inggris.

Meniti karir sebagai copywriter untuk sebuah agensi terbesar bernama Ogilvy. Lalu, pindah ke American Express sebelum akhirnya menjadi penulis novel. Disela-sela pekerjaan itu, Rushdie menyusun sebuah novel “Midnight’s Children” yang mengantarkannya untuk memenangkan Booker Prize pertama kali pada tahun 1981.

Sepanjang hidupnya, Rushdie telah memproduksi karya tulis sebanyak 29 dalam bentuk buku dengan beragam genre. Dia mendapatkan 7 penghargaan atas sumbangsihnya dalam dunia kepenulisan.

Gaya kepenulisan dari Salman Rushdie dikategorikan sebagai realisme magis—sebuah gaya kepenulisan yang mencampurkan fakta dan fiksi, kenyataan dan mimpi, sejarah dan senda gurau—yang dikolaborasikan dengan fiksi sejarah.

Dari beberapa karya yang telah diproduksi, Ayat-Ayat Setan merupakan buku paling kontroversial yang pernah diterbitkan. Buku ini pertama kali terbit pada 26 September 1988 oleh Viking Press, salah satu imprint milik Penguin Group. Rushdie sendiri bukan tanpa perhitungan ketika hendak menerbitkannya, tetapi ia tidak menduga bahwa dampaknya sangat dahsyat.

Novel ini menimbulkan reaksi keras dari umat Islam karena isinya dianggap sebagai penistaan terhadap Al-Quran dan sosok yang sangat penting dalam agama Islam, yaitu Nabi Muhammad SAW. Dengan gaya kepenulisannya yang terkenal satir dan gelap, ia secara eksplisit menggambarkan para tokoh di dalam Ayat-Ayat Setan sebagai representasi kontradiktif Malaikat, Nabi, dan ajaran Islam.

Kontroversi dan dampak dari penerbitan Ayat-Ayat Setan

Pada prolog tulisan, bukan tanpa alasan saya menyebut bahwa novel karangan Salman Rushdie yang hanya bermodalkan pena, kertas, imajinasi, dan realisme magis dengan balutan satir mampu memancing kemarahan negara berpenduduk mayoritas umat Islam. Tidak perlu persenjataan militer yang canggih untuk membuat ketegangan situasi geopolitik. Sebab, Salman Rushdie melalui Ayat-Ayat Setan juga tidak menduga bahwa atas kontrovesial di dalam novel tersebut mengakibatkan korban jiwa.

Ayat-Ayat Setan, judul novel ini dianggap merujuk kepada surah Al-Hajj ayat 52 dengan interpretasi bahwa adanya potensi setan untuk membisikan Nabi dalam bentuk wahyu Allah SWT. Dengan kata lain, apa yang dikatakan oleh Rasulullah bukan berasal dari-Nya, melainkan bisikan setan. Jadi, Rushdie berasumsi bahwa Al-Quran adalah ayat-ayat buatan setan.

Dengan balutan realisme magis dan satir, 2 tokoh utama pada buku ini bernama Gibreel Farishta (dibaca Jibril) dan Salahudin Chamcha (dibaca Saladin). Gibreel dalam novel ini berperan sebagai aktor film. Gibreel dan Salahudin merupakan orang yang selamat dari peristiwa jatuhnya pesawat. Setelah kejadian itu, Gibreel dan Salahudin Chamcha berevolusi. Kepalanya muncul sebuah lingkaran cahaya seperti ilustrasi malaikat di dalam film. Sedangkan, Salahudin Chamcha—nama yang identik dengan pahlawan umat Islam ketika Perang Salib— kepalanya tumbuh tanduk yang identik dengan Lucifer.

BAB kedua novel ini dinamai Mahound. Tanpa kita sadari, nama ini terdengar seperti Muhammad. Secara tekstual dan kotekstual, narasi di dalam novel ini menggambarkan kisah Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, BAB ketiga diberi nama Ayesha. Sangat terdengar seperti “Aisha” istri Rasulullah SAW. Ayesha dalam novel ini digambarkan sebagai sosok pelacur.

Materi lain dianggap ofensif dan menistakan bagi umat Islam adalah tokoh Abraham (dibaca Ibrahim) disebut bajingan karena mengklaim bahwa Tuhanlah yang menyuruhnya meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir. Jahilia digambarkan sebagai Kota Makkah. Mahound ketika sakaratul maut bukan dijemput oleh Azraeel (dibaca Izrail), melainkan berhala Lata yang berwujud perempuan.

Novel Ayat-Ayat Setan lantas segera menimbulkan kemarahan umat Islam di seluruh dunia. Rushdie dianggap menistakan agama Islam dengan berlindung di balik kesusastraan dan kebebasan berbicara.

Viking Press, penerbit untuk Ayat-Ayat Setan mengalami ancaman dan teror dengan ribuan surat serta telepon yang berpesan agar Viking Press (Penguin Group) memberikan permintaan maaf kepada umat Islam dan menarik kembali buku Ayat-Ayat Setan dari peredaran. India dengan tegas melarang warga negaranya untuk membaca novel dan memberikan sanksi pidana bagi siapa yang memilikinya.

Berbagai rentetan aksi kemarahan umat Islam tidak berhenti, Bangladesh, Sudan, dan Afrika Selatan melarang peredaran pada November 1988. Sri Lanka menyusul pada Desember 1988. Di waktu yang sama, ribuan umat Islam di Bolton, Inggris menggelar aksi demonstrasi pertama dalam menentang Ayat-Ayat Setan. Massa aksi membakar novel tersebut di pusat kota.

Demonstrasi damai berlangsung dari sampai Februari 1989, tercatat massa aksi memenuhi Teheran, London, Bradford, New York, dan Islamabad. Demonstrasi yang awalnya berlangsung damai menjadi chaos dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. 18 orang meninggal dan ratusan lainnya terluka.

Puncaknya pada Hari Raya Valentine 1989, Pemimpin Agung Iran Imam Khomeini memberikan fatwa mati dan sayembara serta hadiah sebesar 1 juta dollar bagi siapa pun yang bisa memenggal kepala Salman Rushdie dan 3 juta dollar bagi warga negara Iran.

Iran dan Inggris mengalami situasi geopolitik yang sangat tegang. Kedua negara tersebut memutuskan hubungan diplomatik pada 7 Maret 1989. Media di Inggris bahkan dengan berani menyebut Imam Khoemini sebagai “Mullah Gila”. Pemerintah Iran menilai buku tersebut merupakan propaganda Inggris untuk melawan Islam. Di bulan yang sama, Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang sekarang menjadi Organisasi Kerja Sama Islam memerintahkan 46 negara anggotanya untuk melarang peredaran novel tersebut.

Percobaan pertama dari sayembara itu terjadi pada Agustus 1989 di London. Seorang warga negara Lebanon berusia 21 tahun dengan nama samaran Mustafa Mahmoud Mazeh mencoba membunuh Salman Rushdie dengan bom buku. Akan tetapi, bom tersebut meledak sebelum waktunya dan mengakibatkan Mustafa meninggal hingga menghancurkan 2 lantai Hotel Beverley House.

Sampai dengan tahun 2012, beragam aksi dengan motif penolakan novel tersebut masih saja berlangsung. Pada tahun 2016, kelompok garis keras Iran termasuk media yang terafiliasi menambahkan nominal hadiah dari fatwa mati Salman Rushdie sebesar 600 ribu dollar.

Masih ingat kasus majalah satir dari Prancis, Charlie Hebdo yang menghina Nabi Muhammad SAW.? Salman Rushdie merupakan salah satu orang yang mendukung tindakan yang dilakukan majalah tersebut.

“Saya mendukung Charlie Hebdo. Seperti yang kita semua harus lakukan, untuk membela seni satir, yang selalu menjadi kekuatan untuk kebebasan dan melawan tirani, ketidakjujuran, dan kebodohan,” tutur Rushdie dikutip dari Time.

Itulah sedikit kisah dari penulis novel paling dicari umat Islam yang kepalanya dihargai 3 juta dollar. Semoga kita semua masih diberikan kesadaran untuk berbicara dan berekspresi dengan memerhatikan kepercayaan individu. Meskipun dalam bentuk sastra, selalu ada batas-batas yang harus dijaga karena agama dan kepercayaan merupakan hal yang sakral berada dalam renung hali penganutnya.

Referensi

1. Rushdie, Salman. The Satanic Verses. London: Viking Penguin. 1988.

2. Rushdie, Salman. Joseph Anton: A Memoir. Toronto: Knofp Canada. 2012.

3. Erdbrink, Thomas. [2016]. “Iran’s Hard-Line Press Adds to Bounty on Salman Rushdie”. The

New York Times. URL https://www.nytimes.com/2016/02/23/world/middleeast/irans-hard-linepress-adds-to-bounty-on-salman-rushdie.html?searchResultPosition=13

4. Freeman, Hadley. [2021]. “Salman Rushdie: ‘I am stupidly optimistic – it got me through

those bad years”. The Guardian. URL https://www.theguardian.com/books/2021/may/15/salman-rushdie-i-am-stupidly-optimistic-itgot-me-through-those-bad-years

5. Feeney, Nolan. [2015]. “Salman Rushdie Says ‘I Stand With Charlie Hebdo’ After Paris Attack”.

TIME. URL https://time.com/3657541/charlie-hebdo-paris-terror-attack-salman-rushdie/

6. Loyd, Anthony. [2005]. “Tomb of the unknown assassin reveals mission to kill Rushdie”. The

Times. URL https://www.thetimes.co.uk/article/tomb-of-the-unknown-assassin-reveals-missionto-kill-rushdie58gkcjz0gkb#:~:text=The%20first%20martyr%20to%20die,by%20the%20British%20security%20services