SUARA PERUBAHAN: Kreatif, Inovatif, Religius

Perlawanan Kartini: Suara Perempuan yang Mengubah Sejarah

- Oleh Vito Rachmawan
Pict: Pinterest

Perjuangan seorang pahlawan tidak selalu diwarnai oleh medan perang dan senjata. Kartini, seorang tokoh perempuan yang menjadi simbol perjuangan emansipasi wanita di Indonesia, melawan keterbatasan yang mengikatnya dengan pena dan pemikiran progresifnya, tidak hanya dikenal sebagai sosok yang menginspirasi perjuangan emansipasi wanita di Indonesia, tetapi juga diakui secara internasional sebagai tokoh penting dalam pergerakan wanita di dunia.

Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Dalam sebuah masyarakat yang masih kental dengan tradisi patriarki, Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan kebebasan dalam menentukan nasibnya.

Sejak kecil, Kartini sudah menunjukkan minat dan bakatnya dalam bidang pendidikan. Meskipun terlahir di keluarga bangsawan, Kartini tidak terhalang oleh tradisi yang membatasi perempuan untuk belajar. Meskipun berasal dari keluarga bangsawan, dia memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pendidikan formal dan mendapatkan akses ke perpustakaan pribadi keluarganya. Namun demikian, idealisme Kartini dalam memperjuangkan hak-hak pendidikan untuk semua wanita Indonesia, terlepas dari latar belakang sosial mereka, tercermin dalam karya-karyanya dan perjuangannya untuk kesetaraan gender. Kartini menyadari bahwa pendidikan adalah kunci untuk membebaskan perempuan dari belenggu tradisi yang membatasi. Meskipun hanya mendapatkan pendidikan terbatas di rumah, Kartini memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar dan membaca. Dia memahami bahwa pengetahuan adalah senjata yang dapat mengubah takdir.

Tak puas hanya berjuang untuk dirinya sendiri, Kartini menggunakan pena sebagai alat perlawanan. Melalui surat-suratnya yang terkenal, Kartini menyuarakan aspirasi untuk memberikan pendidikan yang setara bagi perempuan, memperjuangkan hak-hak mereka, dan menentang praktik poligami serta perjodohan.

Meskipun Kartini meninggal dunia pada usia yang relatif muda, warisan perjuangannya tidak pudar. Pada tahun 1912, Soewardi Soerjaningrat, suaminya yang lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan sekolah berasrama pertama untuk perempuan di Indonesia yang dinamakan Sekolah Kartini. Hal ini menjadi tonggak penting dalam perjuangan emansipasi wanita di Indonesia.

Hari lahirnya, 21 April, kini diperingati sebagai Hari Kartini di Indonesia, sebuah momen untuk merayakan pencapaiannya dan merenungkan perjuangannya.

Kartini bukan hanya sekadar tokoh sejarah. Perjuangannya menjadi cahaya bagi perempuan-perempuan Indonesia yang ingin menggapai impian mereka. Hari Kartini, yang diperingati setiap tanggal 21 April, bukan hanya sekadar momen nostalgia, tetapi juga panggilan untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender dan menghormati hak-hak asasi manusia bagi semua.

Kartini mungkin telah tiada, tetapi semangat perlawanannya masih hidup dalam setiap perempuan yang menentang ketidakadilan dan memperjuangkan hak-hak mereka. Sebagai perempuan yang pemberani dan inspiratif, Kartini adalah contoh nyata bahwa satu individu, dengan tekad yang kuat dan pemikiran yang maju, dapat merubah arah sejarah.