SUARA PERUBAHAN: Kreatif, Inovatif, Religius

MENULIS SYAIR UNTUK PRESIDEN

 Oleh : Pulo Lasman Simanjuntak

Dok. Lasman
-episode pertama-

Menulis syair untuk presiden

aku melihat tingkap-tingkap langit terbuka lebar

seperti percakapan tadi pagi

di meja kaca tanpa daging

kehilangan pasangan

tak punya kenangan


Kenapa harga pangan terus melambung tinggi, tanyamu

setinggi burung gagak

terbang ke lumbung kematian sangat gersang

kering kerontang


Kenapa nilai mata uang

tak bisa lagi menari-nari

bersama matahari pagihari

menyambut kekusaman hati

memasuki negeri di bawah telapak kaki


Menulis syair untuk

presidenaku menatap jutaan manusia langka tak punya otak

minta sedekah tangannya berapi untuk publikasi sejati.


Tanah tumpah darah

di seberang pulau berair

masihkah ada investor

menebar benih-benih palsu

yang tak bisa dihitung

dengan sempoa atau kucing liar dalam karung.


-episode dua-

Jika aku jadi Presiden

aku akan melanjutkan

menulis syair ini

sambil menghitung jumlah utang negara di bawah awan garang bahkan angan-angannya telah dikorupsikan mencapai delapan puluh triliun rupiah


Setelah itu kutelan rakus ribuan kilometer jaringan jalan tol, kereta api cepat, bendungan tak bisa dijebol, dan mobil listrik yang sering meledak di pinggir jalan protokol.


Sekarang lihatlah,

aku sudah jadi presiden

tak punya janji

hanya kusodorkan

perawan berpendidikan

anak-anak mampu berlarian

mengejar sejumlah harapan

tanpa harus jadi pesakitan


Karena masa depan

bukan lagi milik pesyair

yang rajin menulis syair

untuk disodorkan

di pintu gerbang negarawan

acapkali kebakaran

uraikan kemacetan di seputar

bunderan kematian