Polisi Halangi Bantuan Hukum Terhadap Demonstran Omnibus Law yang Ditahan
(Dok:Ahmad Faqih Chudori) |
Jakarta, Supermedia - Terhitung sejak Jum'at (09/10), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menyatakan ada ribuan massa yang ditangkap oleh kepolisian dari berbagai daerah titik aksi. Juru bicara Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus juga membenarkan hal itu. Katanya, ada sekitar lebih dari 1.200-an demonstran yang ditahan oleh polisi terdiri dari mahasiswa, pelajar dan pengangguran dalam kondisi berdempetan dan telanjang dada.
Pendataan jumlah massa yang tertangkap terkendala karena sikap polisi yang tertutup. Lembaga-lembaga Bantuan Hukum seperti YLBHI, LBH Pers, dan LBH Masyarakat berniat untuk melakukan pendampingan hukum kepada para demonstran yang ditahan, tetapi tak kunjung terlaksana karena tidak diperbolehkan bertemu dengan massa yang ditahan. Mereka menganggap ini salah satu tindakan yang menghalang-halangi.
Dalih yang digunakan polisi untuk menghalang-halangi advokat hukum adalah "masih didata". "Sampai jam 1 dini hari (09/10) kami belum bisa tembus menemui pendemo yang ditangkap, alasan mereka pendataan." jelas Irvan Saputra selaku Wakil Direktur LBH Medan kepada CNN Indonesia. Irvan juga menyatakan polisi setempat tidak memberikan akses untuk menemui dan memberikan bantuan hukum terhadap para demonstran yang ditahan di Polda Sumut.
Di Surabaya, terjadi perlakuan serupa juga. Polisi setempat menghalang-halangi tim LBH Surabaya untuk melakukan pendampingan hukum kepada massa aksi yang tertangkap oleh aparat. “Kami selaku tim hukum dari LBH Surabaya dilarang untuk mendampingi peserta aksi dengan alasan masih dalam pendataan. Sampai saat ini tim hukum masih dilarang melakukan pendampingan (oleh polisi). Sekitar 300 orang ditangkap oleh Polrestabes Surabaya,” kata Kepala Bidang Kasus Buruh dan Rakyat Miskin Kota LBH Surabaya, Habibus kepada CNN Indonesia.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati, mengatakan pihak kepolisian telah melakukan tindakan represif dan berlebihan. Asfinawati menyebut kepolisian di berbagai kota membubarkan unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja tanpa alasan hukum yang sahih. "Kalaupun sudah ditangkap, buat apa mereka dipukuli? Itu namanya brutalitas. Bahkan ada yang ditelanjangi," kata Asfinawati dalam jumpa pers virtual pada (09/10).
![]() |
Para demonstran yang ditahan polisi (Foto: vice.com) |
Dilansir dari koran.tempo.co,
Yosua Octavian, Pengacara publik LBH Masyarakat menyatakan bahwa mayoritas
demonstran mengaku ditangkap ketika dalam perjalanan menuju lokasi demo.
Beberapa tahanan lainnya juga mengaku bukan seorang demonstran, mereka adalah
pedagang dan warga yang kebetulan sedang berada dilokasi tapi ikut diangkut
polisi.
Perlakuan tersebut semestinya tidak patut
dilakukan oleh aparat kepolisian selaku penegak hukum. Kepala Advokasi LBH
Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, mengecam tindakan represif yang
dilakukan polisi. Terlebih juga banyak demonstran yang masih ditahan tanpa
alasan dan tuduhan yang jelas.
"Kami bahkan tak boleh masuk untuk melakukan pendampingan hukum", jelasnya. Ia menilai tindakan polisi itu adalah sebuah bentuk pelanggaran. Sebab, undang-undang menjamin hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat dimuka umum.
Nelson juga mempersoalkan penangkapan
terhadap masyarakat atau demonstran yang akan berunjuk rasa tersebut. Sebab,
penangkapan hanya bisa dilakukan hanya jika polisi memiliki bukti adanya tindak
pidana.
Reporter: Ibnu Affan
Penulis: Ibnu Affan