Menakar Kesiapan Pembelajaran Tatap Muka 2021
![]() |
Foto : Penulis |
Sudah sembilan bulan indonesia dilanda Pandemi
Covid-19, dan sudah berjalan sembilan bulan aktivitas masyarakat dibatasi baik
dalam lingkup aktivitas sosial, agama, pendidikan, dan lain sebagainya.
Sembilan bulan memang bukan menjadi waktu yang
sebentar untuk dapat beradaptasi dengan kondisi yang serba terbatas. Sejak
bulan maret silam, hingga kini bulan November masyarakat belum mendapatkan
kejelasan terkait fleksibilitas aktivitas seperti sedia kala--terutama pada
lingkup Pendidikan dan juga mengingat Pandemi Covid-19 sulit atau bahkan tidak
dapat diprediksi kapan berakhirnya.
Disamping banyaknya cerita yang hadir dari
masyarakat tentang kejenuhan anaknya dalam melakukan proses pembelajaran secara
daring, nampaknya sudah sedikit mendapatkan kabar angin segar setelah Menteri
Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah mengumumkan
diperbolehkannya kegiatan belajar tatap muka untuk kembali digelar pada tahun
ajaran 2020/2021 atau mulai januari tahun depan baik Sekolah ataupun Perguruan
Tinggi.
Adanya angin segar ini memang di respon
positif oleh masyarakat yang memang sudah mulai jenuh dalam menghadapi pembelajaran
jarak jauh, namun disisi penerimaan secara positif tidak sedikit yang melakukan
penolakan terhadap kabar akan dilaksanakannya pembelajaran tatap muka. Sebab,
penyebaran Covid-19 di Indonesia belum berakhir dan masih mengkhawatirkan,
sehingga jika rencana pembelajaran tatap muka akan dilaksanakan, kebijakan
Mendikubud tersebut dianggap prematur.
Keputusan Mendikbud Bersifat Mubah,
Ketiga Pihak Haruslah Objektif
Diputuskannya melalui Surat Keputusan Bersama
mengenai Penyelenggaraan Pembelajaran pada semester Genap tahun ajaran
2020/2021 secara tatap muka, Mendikbud mengatakan bahwa keputusan ini bukanlah
sebuah kewajiban melainkan hanya sebatas diperbolehkan.
Keputusan diperbolehkannya pembelajaran tatap
muka adalah dengan adanya keputusan tiga pihak
yakni PEMDA ( Pemerintah Daerah) , Sekolah, dan Orang Tua. Dari ketiga
pihak ini menjadi rujukan keputusan dibuka atau tidaknya aktivitas pembelajaran
tatap muka di sekolah.
Dengan sepenuhnya keputusan dilimpahkan kepada
ketiga pihak yakni Pemerintah Daerah, Sekolah, dan Orang Tua haruslah bersifat
objektif. Jangan sampai jika nantinya keputusan dibukanya sekolah hanya sebatas
alasan bosan, jenuh, dan capek karena belajar daring. Bagi pemerintah daerah haruslah
secara maksimal mengevaluasi daerahnya terkait suspek penyebaran Covid-19 di
daerahnya, apabila kasus penyebarannya masih tinggi maka perlu menjadi catatan
terkait dibuka atau tidaknya sekolah di daerah tersebut.
Selain itu jika keputusan sekolah dibuka,
harus lah lembaga pendidikan melengkapi enam checklist yang ditentukan oleh
Mendikbud; yakni sanitasi dan
kebersihan toilet, sarana cuci tangan
dan disinfektan, kedua akses kepada fasilitas pelayanan kesehatan, ketiga
adalah kesiapan menerapkan wajib masker, keempat memiliki thermogun. Kelima,
pemetaan warga satuan pendidikan, harus mengetahui siapa yang memiliki
komorbiditas dari guru-gurunya dan muridnya, yang tidak memiliki akses
transportasi yang aman dan tentunya riwayat perjalanan dari daerah dengan
tingkat risiko yang tinggi. Keenam, adanya persetujuan komite sekolah dan perwakilan
orang tua wali.
Penyesuaian Intensitas Waktu
Pembelajaran
Selain rencana diperbolehkannya pembelajaran
tatap muka atas keputusan Mendikbud , rupanya memberikan keputusan yang sama
tidak hanya Pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMA, namun juga kepada Perguruan
Tinggi atau Universitas.
Jikalau tiap daerahnya memutuskan atas
pertimbangan-pertimbangan yang ada dengan keputusan pembelajaran adalah dengan tatap
muka, maka perlu adanya penyesuaian intensitas waktu dalam proses pembelajaran,
sehingga pembelajaran yang dilakukan di setiap satuan lembaga pendidikan baik
pendidikan SD,SMP,SMA bahkan Perguruan Tinggi perlu dikurangi, jika satu mata
pelajaran bisanya memiliki waktu dua jam untuk guru menjelaskan maka bisa
dikurangi setengahnya yakni satu jam, ataupun jika dikehidupan kampus biasanya
Dosen memberikan materi 1 SKS sama dengan 45 menit (misal) maka dapat dikurangi
setengahnya.
Penyesuaian intesintas waktu pembelajaran
menjadi penting agar tidak terjadi cluster baru penyebaran Covid-19 terlebih
Angka penyebaran Covid-19 di indonesia masih tinggi.
Perlu Adanya Tim Satgas Covid-19 di
Setiap Satuan Pendidikan
Selain
memperbolehkan kegiatan belajar tatap muka untuk pendidikan dasar dan menengah,
Mendikbud Nadiem Makarim juga memastikan
kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi juga bisa kembali digelar secara
tatap muka. Meskipun teknis belajar kembali secara tatap muka di kampus segera
ditetapkan dalam waktu dekat. Sama halnya dengan belajar di sekolah yang harus
memperhatikan protokol Kesehatan.
Fleksibilitas
kebijakan yang dilakukan oleh Kemendikbud haruslah menjadi perhatian
stakeholder yang ada baik di dalam satuan pendidikan menengah maupun pendidikan
tinggi, Pandemi Covid-19 bukanlah penyakit biasa dan terbukti telah menelan
korban yang cukup tinggi, sehingga diperlukan adanya tim yang fokus untuk
mencegah penyebaran Covid-19 di setiap lembaga pendidikan.
Tidak hanya
itu, Tim Satgas yang ada di setiap sekolah maupun kampus haruslah terintegrasi
atau terhubung kepada Tim Satgas Covid-19 pusat maupun daerah atau jika di lembaga
Pendidikan Muhammadiyah dapat terintegrasi juga ke MCCC (Muhammadiyah Covid-19
Command Center).
Penyiapan
Infrastruktur di Setiap Lembaga Pendidikan
Selain
mendapatkan kenyamanan dalam menempuh pendidikan bagi setiap generasi bangsa,
perlu juga diutamakan keamanan dan kesehatan. Jikalau nantinya setiap sekolah
ataupun kampus dibuka tentu tidak akan menutup kemungkinan adanya penyebaran
Covid-19. Kendati demikian, usaha dan upaya yang bisa dilakukan adalah dengan
menyiapkan infrastruktur untuk dapat mencegah penambahan kasus seperti
penyemprotan disinfektan, fasilitas masker yang memadai, dan lain sebagainya.
Respon terhadap
rencana pembukaan kembali sekolah ataupun kampus hadir dari KPAI (Komisi
Perlindungan Anak Indonesia), Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan
Jika sekolah belum mampu memenuhi infrastruktur dan protokol/SOP maka tunda
dulu buka sekolahnya. Kemudian, selain pemerintah daerah, pemerintah pusat juga
harus fokus pada upaya penyiapan infrastruktur, tidak hanya Menyerahkan kepada
Pemerintah Daerah namun juga perlu Akselerasi dari Pemerintah Pusat.
Maka dengan ini, Penulis
menganggap kesiapan pembelajaran tatap muka 2021 baik di tingkat sekolah maupun
kampus terdapat di tiga pihak yang haruslah bijak dalam menentukan keputusan.
Selain itu, kesiapan stakeholder yang ada seperti Satuan Petugas Covid-19 perlu
untuk ikut andil dalam penerapan pembelajaran tatap muka yang diharapkan tetap
menyelamatkan, serta yang paling mendukung adalah dengan siapnya infrastruktur
atau fasilitas untuk mendukung Pembelajaran Tatap Muka 2021.
Semoga apapun yang menjadi hasil
dari keputusan mengenai pembelajaran tatap muka, para pihak yang memiliki
otoritas tetap mengutamakan kesehatan dan kemanusiaan. Aamiin.
Editor : Ibnu Affan