SUARA PERUBAHAN: Kreatif, Inovatif, Religius

Riyanto, Sosok Pahlawan yang Melindungi Jemaat Gereja Eben Haezer

 

Salah satu anggota banser wanita sedang memegang foto dalam bingkai, yaitu sosok Riyanto. Foto: tagar.id

Saat itu, tepatnya pada tahun 2000-an sedang marak-maraknya terjadi teror bom di Indonesia. Seperti yang dilansir tirto.id, telah terjadi ledakan bom di berbagai kota seperti Medan, Pematang Siantar, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Sukabumi, Bekasi, Bandung, Kudus, Mataram dan Mojokerto. Terlebih, yang menjadi objek ledakan bom itu adalah tempah ibadah Umat Kristiani, yaitu Gereja.

Di Batam, ledakan terjadi di Gereja Katolik Beato Damian Bengkong, Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Sungai Panas, Gereja Bethany Lantai II Gedung My Mart Batam Center, dan Gereja Pantekosta di Indonesia Pelita, Jalan Teuku Umar. Di Pekanbaru, bom meledak di Gereja HKBP Pekanbaru di Jalan Hang Tuah dan Gereja di Jalan Sidomulyo.

Sementara di Jakarta, bom menghajar empat gereja dan satu sekolah, yaitu Gereja Katedral, Gereja Matraman, Gereja Koinonia Jatinegara, Gereja Oikumene Halim, dan Sekolah Kanisius Menteng Raya.

Bom juga meledak di Sukabumi, tepatnya di Gereja Pantekosta Sidang Kristus di Jalan Masjid 20 Alun-alun Utara dan Gereja di Jalan Otto Iskandardinata. Di Kudus, ledakan terjadi di Gereja Santo Yohanes Evangelis di Jalan Sunan Muria 6. Di Bandung, bom meledak di Pertokoan Jalan Cicadas dan di Jalan Terusan Jakarta 43.

Pengeboman Gereja Eben Haezer

Di malam Natal pada tahun 2000, tepatnya pada malam hari tanggal 24 Desember, sekitar ratusan jemaat umat Kristiani melaksanakan ibadah di Gereja Eben Haezer, Mojokerto, yaitu sebuah ritual keagamaan dan pengharapan damai. Mereka khusyu dan tenggelam dalam khidmatnya doa.

Melansir CNNIndonesia, kata Amir, salah satu petugas keamanan gereja mengatakan, pada saat sekitar jam 19.45 WIB, Ia memberitahukan bahwa ada sebuah tas yang tergeletak di bawah telepon umum di depan Gereja. Ketika perlahan tas itu dicek, terdapat sebuah rangkaian kabel dan paku. Ia pun langsung menginformasikan kepada petugas penjaga yang ada disekitaran gereja.

Gereja Eben Haezer Mojokerta yang menjadi sasaran ledakan bom (Foto: voaindonesia.com)

Setelah diketahui bahwa tas itu berisi bom, salah satu petugas keamanan gereja sontak langsung membawa bom itu menjauhi lokasi yang sedang digunakan oleh jemaat untuk beribadah. “Duuaaar…” tiba-tiba terdengar suara ledakan dari tas yang dibawa oleh petugas itu. Nahas, nyawa petugas tersebut direnggut oleh ledakan tas yang berisi bom tersebut.

Sebelum terjadi ledakan, terdengar suara teriakan “tiaaraap..” dari si petugas yang membawa bom itu. Tubuh petugas itu terpental sejauh 30 meter dari lokasi kejadian melewati atap Gereja. Saat ditemukan, jenazahnya tidak dikenali. Bom itu juga melukai sebagian wajah Amir sampai bercucuran darah akibat terkena serpihan ledakan.

Suasana di sana saat itu kalang kabut, para jemaat berhamburan keluar dan panik mendengar ledakan bom itu.

Setelah diketahui, ternyata petugas yang membawa bom itu adalah seorang pemuda berumur 25 tahun yang memang sedang bertugas menjaga keamanan digereja itu. Ia adalah Riyanto, seorang anggota Banser (Barisan Ansor Serbaguna) Nahdlatul Ulama Mojokerto.

Dibalik Keberangkatan Menjalankan Tugas di Gereja

Kala itu, Riyanto (25) izin berpamitan dengan keluarganya di rumah dengan menggunakan seragam hijau loreng-loreng yang dipadu dengan bercak warna kuning. Ia izin pamit untuk melaksanakan tugas menjaga keamanan di Gereja pada hari perayaan Misa Umat Kristiani di sana.

“Dia berangkat sore, pamit ke saya, pamit ke bapaknya mau ke Eben Haezer”. Kata Katinem, Ibu dari Riyanto mengatakan kepada wartawan CNN. Setelah berpamitan, Riyanto langsung menuju lokasi.

Amir Sugianto, yang juga seorang rekan Riyanto dalam bertugas di Gereja Eben Haezer menyatakan kaget dengan gelagat pertanyaan Riyanto yang menyinggung soal kematian, yaitu soal seorang muslim jika meninggal saat menjaga tempat ibadah agama lain.

“Kalau aku jaga gereja gini, gimana kalo mati?”, kata Riyanto. “Alhamdulliah mati syahid, Dik. Membela persatuan dan kesatuan.” Jawab rekannya menimpali pertanyaan Riyanto. “Sesudah itu dia ngga tanya lagi, diam, kayak orang mikir." Pungkas Amir.

Nahasnya, Ia menjadi korban meninggal. Riyanto terkena ledakan bom yang juga menyelamatkan ratusan jemaat Gereja Eben Haezer tepat pada saat melakukan tugasnya dalam mengamankan tempat ibadah agama lain.

Sosok Pahlawan Kemanusiaan

Dibalik spirit Riyanto dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga keamanan pada Hari raya Umat Kristiani, sejumlah tokoh agama seperti Gus Yaqut dan K.H Abdurrahman Wahid ikut berkomentar terhadap kejadian yang menimpanya. “Bagi kami, Riyanto adalah sosok pahlawan kemanusiaan. Demi menyelamatkan nyawa banyak orang, dia rela mengorbankan nyawanya tanpa melihat latar belakang agamanya”. Kata Gus Yaqut dikutip dalam bbc.com.

Berkat perjuangannya pula, Gus Dur mengatakan bahwa Riyanto telah menunjukkan diri sebagai umat beragama yang kaya akan nilai kemanusiaan.  Setelah kejadian yang menimpa Riyanto, Gus Dur pun, yang saat itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia turut serta beberapa kali mengundang keluarga Riyanto ke istana dan memberikan bantuan berbentuk materi kepada keluarganya.

Selain itu, Rudy Sanusi Widjaja, seorang pendeta Gereja yang diselamatkan oleh sikap heroik Riyanto, juga ikut memberikan santunan kepada keluarganya. Pihaknya memberikan bantuan berupa beasiswa pendidikan kepada salah satu adik Riyanto.“Kita memberikan santunan kepada adiknya yang kebetulan juga lulus SMA. Kita beri beasiswa sampai S1”. Ungkapnya.

Ia pun menyatakan dan menyadari bahwa bantuan yang diberikan oleh pihaknya itu masih tak sebanding dengan apa yang telah dikorbankan Riyanto terhadap nyawa ratusan jemaatnya. 

“Kita menyadari itu tak sebanding dengan pengorbanan Mas Riyanto, karena dia berkorban nyawa untuk ratusan jemaat Gereja". Tambahnya.

Riyanto adalah sosok pahlawan kemanusiaan yang rela mengorbankan nyawanya demi melindungi ratusan orang.


Reporter : IA

Penulis : IA