SUARA PERUBAHAN: Kreatif, Inovatif, Religius

Hidup Seperti Ligwina

 Penulis: Ryas Ramzi

Ilustrasi: M. Ghoni Ilmi


Halo, anak muda harapan bangsa, penggerak roda dan sendi-sendi negara di masa depan. Kamu sudah overthinking hari ini? Kehabisan bahan untuk direnungi? Tenang! Melalui tulisan ini, aku mau mengajak kamu untuk kembali overthinking agar hari-harimu semakin berwarna. Hahaha.

Baru-baru ini, dunia per-twitter­­-an dihebohkan kembali oleh cuitan yang diunggah oleh Ligwina Hananto, seorang financial planner yang another level of financial planner. Ya, akar permasalahannya adalah diksi yang digunakan Ligwina. “Ya kali gak punya rumah di umur 40an,” tulis Ligwina.

Sepertinya, Ligwina sangat paham bagaimana engagement Twitter bekerja. Bagaimana enggak, Ligwina hanya mempromosikan kelas financial online yang diadakan oleh QM Financial. Pro dan kontra tercipta dari permasalahan itu sehingga memenuhi linimasa Twitter—Bukan Twitter namanya kalau kehabisan pembahasan. Lumayan, aku jadi dapat diskursus properti gratis. Hahaha.

Apakah salah menggunakan diksi seperti itu? Apakah diksi yang digunakan Ligwina hanya untuk kebutuhan marketing?

Secara ilmu komunikasi dasar (asyiiik hahaha), Ligwina telah gagal karena mayoritas respons terhadap cuitan itu negatif. Artinya, pesan komunikasi yang disampaikan olehnya enggak sampai. Padahal, cukup memberikan “maaf” Ligwina akan diangkat menjadi duta financial planner mendapatkan feedback yang bagus dari jamaah Twitter.

Seandainya Ligwina man’ut dan menjalankan teori retorika dari Mbah Aristoteles; Ethos, Logos, dan Pathos. (Widihh, teori apa tuh). Maka, enggak akan ada keributan yang terjadi. Logos oke lah, tapi di instrumen Ethos dan Pathos, dia kurang. Singkatnya seperti ini, logos (ilmu) tentang financial Ligwina sudah menempel di kepala. Akan tetapi, Ethos (karakter) dan Pathos (ikatan emosional) kepada jamaah Twitter itu kurang baik.

Aku dan kamu pasti tahu lah, Indonesia ini sarat akan budaya ketimuran. Mau di dunia nyata atau maya semua tindak-tanduk harus sesuai standardisasi timur; sopan. Imbasnya, banyak jamaah Twitter yang trigerred ditambah ketika ada yang mengomentari, Ligwina merespons dengan diksi yang agak pedas. Kek admin MU Indonesia aja hahaha.

Terus, bagaimana caranya millenial mempunyai rumah sebelum umur 40 dan hidup seperti Ligwina? Dikit-dikit millenial. Hahaha

Ya, coba rebut alat produksi hak untuk punya rumah dong. Caranya, aku dan kamu harus memenangkan kebijakan public housing. Bikin gerakan yang mendesak pemerintah untuk membuat aturan mengenai hunian ini biar harganya nggak mahal-mahal.

Pembangunan rumah yang terjangkau penting untuk memengaruhi harga rumah di pasaran sekarang. Ingat, dalam logika kapitalisma, produsen yang matok harga mahal akan ditinggalkan ketika ada yang menjual dengan harga yang lebih murah.

Semakin banyak negara membuat hunian murah, permintaan akan rumah murah semakin tinggi, jadinya, developer yang suka goreng-goreng harga tadi akan nurunin harga rumah mendekati nilai aslinya. Soalnya kalo keukeuh jual mahal nanti dia yang rugi sendiri karena nggak ada yang mau beli. Sudah disikat developer, negara mengambil pajak, bank juga ikut-ikutan mengambil untung dari cicilan.

Atau, coba datang ke pameran KPR. Nanti di sana, sales pasti akan menasehati kamu agar join income dengan pasangan. Makanya, banyak yang mempunyai mindset “Nikah aja dulu, rumah mah gampang” Ya, benar. Kalau udah nikah kan jadi ada yang bisa diajak mikir “Nyari hutang ke mana lagi, ya?” Aduh! Hahaha.

Kan ada program DP 0%?

DP 0% itu kan artinya cicilan makin besar. Rumah seharga Rp 400 juta, bunga tetap 8,29% bunga floating 13,5%, tenor 30 tahun, cicilannya jadi Rp 3 juta. Belum apprasial, provisi, asuransi, AJB, SKMHT, dsb. Mumet, Cuk.

Makanya, terlepas dari pembelaan dari Ligwina yang notabene seorang financial planner, seminar mengenai kelas finansial adalah barang jualannya serta menjadikan hunian untuk produk investasi agar bisa pensiun.

Hiroshi Nohara di anime Crayon Shin-Chan adalah bapak-bapak middle-class yang realistis. Cicilan rumah 32 tahun. Di pertengahan cicilan, rumahnya kebakaran karena gas meledak. Akhirnya, pindah ke kontrakan. Setiap pagi berdesakan naik kereta Tokyo-Saitama. Pernah dikutuk menjadi capung. Ya Salam.

Ligwina tidak salah juga. Berkat dia, aku dan kamu jadi agak melek betapa rumitnya permasalahan rumah ini. Aku dan kamu jadi tahu kepada siapa harus melampiaskan amarah ini.

Lalu hidup akan semakin nelangsa karena aku dan kamu hanya bisa melihat iklan harga properti yang terus naik setiap hari. Karena nggak kebeli, mau nggak mau harus hidup dengan orang tua dalam jangka waktu lama.

Kecuali aku dan kamu anak sultan atau anak pejabat yang punya banyak privilege yang bahkan nggak kerja aja bisa dapat rumah. Aku dan kamu bukan Rafathar dan Keong yang sedari lahir sudah mempunyai rumah. Aku dan kamu harus mulai khawatir akan masa depan. Harus mulai numbuhin kesadaran kelas!

Jika rumah adalah tempat di mana aku dan kamu berantusias untuk kembali dan bahagia berlama-lama di dalamnya. Maka, pejalanlah yang paling mempunyai banyak rumah. Entah itu bangunan, gunung, dan laut. Asal kamu jangan jadikan seseorang itu rumah. Wkwkwk.