Sinetron Suara Hati Istri : Hentikan Atau Lanjutkan?
Penulis: Shinyo
![]() |
Ilustrasi: M. Ghoni Ilmi |
Prolog
Sudah separuh
abad lebih sejak pertama kali masyarakat indonesia menyaksikan demonstrasi
televisi pada tahun 1955. Televisi, nampaknya, dari masa ke masa semakin
mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Tak hanya kemajuan dari segi
teknologi yang dihasilkan mulai dari Televisi Tabung hingga kini
bertransformasi ke TV Digital. Selain itu, kemajuan Televisi saat ini semakin
berkembang pesat, mullai dari saluran/channel yang sudah semakin banyak, serta
konten atau program siaran yang kini jumlahnya tidak terhitung.
Keberadaan
televisi hingga kini nampaknya semakin menjadi magnet besar untuk mendapatkan
perhatian publik, baik dari segi informasi, pendidikan, hingga hiburan. Televisi
merupakan sebuah media massa yang sangat memiliki pengaruh besar kepada
khalayak. Sebab, selain bisa dinikmati secara audio dan visual, juga dapat dinikmati
secara serentak/massal. Seperti contoh, jika lembaga siaran A menayangkan
program siaran langsung sepak bola, maka di tanggal dan waktu yang sama--Se-Indonesia,
dari sabang hingga merauke dapat menikmatinya secara bersamaan. Hal inilah yang
menjadi tidak heran jika televisi masih memiliki posisi dan pengaruh yang
sangat kuat di tengah masyarakat, meskipun telah banyak kompetitor yang hadir
seperti youtube, netflix, viu, dan lain sebagainya.
Keberadaan
televisi yang memiliki dampak dan pengaruh besar terhadap masyarakat, sudah
sepatutnya harus menjadi media yang dapat mencerdaskan bagi khalayak umum. Sebagaimana
yang juga disebutkan dalam penggalan amanat konstitusi yang tercantum pada UUD
1945, bahwa hendaknya dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat
tetaplah amanat, maka dari itu tidak ada alasan lain selain melaksanakan. Namun
bagaimana media televisi bisa mencerdaskan
masyarakat indonesia yang jumlahnya kurang lebih dua ratus lima puluh
juta penduduk? Tentu jawabannya adalah dengan isi siaran, konten yang positif
dan sesuai regulasi yang ditetapkan oleh lembaga penyiaran, dalam hal ini ialah
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Pada tanggal 3
Juni 2021, saya dikagetkan dengan banyaknya kawan saya yang mempublish di
sosial media mengenai pemeran sebuah sinetron yang dianggap tidak pantas
memerankan cerita sebagai istri ketiga. Sontak hal ini membuat saya penasaran,
ada apa yang sebenarnya terjadi dengan sinetron tersebut? mengapa bisa membuat
publik menjadi ramai dan menjadi perbincangan yang cukup hangat? Dengan
instensitas menonton TV yang sudah sangat jarang sekali, saya pun sadar bahwa
ternyata banyak program siaran televisi yang memang harus terus dipantau dan
diperhatikan.
Polemik yang
terjadi belakangan ini ternyata mengenai sinetron yang berjudul “Suara Hati
Istri” yang tayang di Indosiar. Sinetron ini mendadak ramai dan menjadi
buah bibir di kalangan publik lantaran
pemeran istri ketiga yang ternyata diperankan oleh perempuan berusia 15 tahun.
Publik
menganggap peran Zahra sebagai istri ketiga pada sinetron tersebut tidak
seharusnya diperankan oleh artis yang usia nya belum cukup menjalankan peran
tersebut. tidak hanya itu, adanya polemik sinetron ini sampai berujung
munculnya sebuah petisi yang kemudian menginginkan agar sinetron tersebut
dihentikan.
Publik Perlu
Memahami P3SPS
Seperti apa
yang ada di sub judul, publik sepertinya perlu untuk memahami apa itu P3SPS.
P3SPS merupakan akronim dari Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program
Siaran, P3SPS merupakan serangkaian regulasi yang dibuat oleh Komisi Penyiaran
Indonesia untuk diterapkan dan dijalankan oleh lembaga siaran. Seperti di awal,
saya mengatakan bahwa televisi merupakan media massa yang posisi nya saat ini
masih menjadi magnet besar untuk perhatian publik, sehingga apapun yang
disiarkan haruslah sesuai dengan regulasi yang ada. Apabila konten siaran yang
ditayangkan tidak sesuai maka dapat berakibat buruk bagi khalayak umum.
Pada sinetron
itu, peran istri ketiga yang bernama Zahra ternyata diperankan oleh artis
berusia 15 tahun yang bernama Lea Ciarachel, bagian inilah yang membuat
polemik muncul sebab pada regulasi yang tertulis di bagian Standar Program
Siaran Bab I bagian ketentuan umum Pasal I No.15 yang menjelaskan bahwa “Anak
adalah khalayak khusus yang terdiri dari anak-anak dan remaja yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun. Jika mengikuti regulasi yang ada pada
bagian Standar Program Siaran maka pemeran Zahra pada sinetron tersebut
masih dikategorikan anak-anak dan belum termasuk dewasa dalam menjalankan
perannya. Tidak hanya itu, pada bagian Standar Program Siaran Bab X Pasal 15
Ayat 1 juga dijelaskan bahwa “Program siaran wajib memperhatikan dan
melindungi kepentingan anak-anak dan atau remaja.”
Penulis
berpendapat bahwa pemahaman mengenai regulasi yang ada pada P3SPS nampaknya
tidak hanya dihafal oleh lembaga penyiaran saja, melainkan, publik juga perlu
untuk belajar memahami agar kedepannya apabila terdapat hal serupa maka publik
sudah dapat mengetahui apa yang harus dilakukan.
Nonton Jangan
Asal Nonton!
Penulis
berharap kepada khalayak umum jangan lah hanya sekedar menonton televisi, apa
maksudnya? Setelah sebelumnya saya berpendapat bahwa publik perlu memahami dan
menghafal P3SPS, harapannya setelah itu penonton setia televisi dapat
mengetahui apa saja pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada setiap isi
program siaran tersebut. Setelah public mengetahui pelanggaran yang terjadi dan
benar-benar tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia, mungkin publik bingung harus berbuat seperti apa?, ingin
lapor, tapi lapor kemana?
Lembaga
Independen Negara, dalam hal ini Komisi Penyiaran Indonesia yang merupakan
lembaga yang memiliki tugas salah satunya untuk memantau aktivitas siaran,
sebetulnya telah memiliki media pengaduan dari masyarakat apabila terjadi
pelanggaran, saat ini masyarakat bisa melakukan pengaduan apabila mengetahui
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh sebuah program siaran dengan cara
publik masuk ke kpi.go.id, kemudian klik fitur pengaduan, setelah itu
isi topik aduan, nama lengkap, dan lain sebagainya.
Ganti Pemeran,
Apakah Bisa Terhindar dari Polemik?
Buntut dari
polemik yang terjadi mengenai pemeran istri ketiga yang masih dikategorikan
anak-anak, akhirnya langkah ke depan yang dilakukan indosiar adalah dengan
mengganti pemeran dalam tiga episode ke depan. Dalam hal ini, saya berpendapat
bahwa ada kemungkinan Lea Ciarachel tidak lagi main atau bisa juga
berperan sebagai pemeran yang lain. Lantas setelah mengganti pemeran istri
ketiga, pertanyaan yang ingin tanyakan adalah apakah bisa terhindar dari polemik?
Mengganti
pemeran istri ketiga dengan artis yang usianya telah delapan belas tahun keatas
menurut penulis tidak menjadi jaminan terhindar dari polemik. Fungsi televisi
salah satunya adalah sebagai edukasi ataupun pendidikan. Menurut hemat saya, program
siaran saat ini haruslah kreatif dan positif. Tidak bisa hanya kreatif namun
menghilangkan nilai positif, konten siaran yang bersifat positif mulai dari
alur cerita, kemudian pemeran, dan lain sebagainya haruslah dibuat secara
matang oleh tim produksi. Sebab apabila nilai kreatif dan positif tidak ada di
dalam konten siaran, maka siap-siap saja program siaran tersebut akan
ditinggalkan oleh penontonnya.
Selain itu,
penulis juga berharap kepada Komisi Penyiaran Indonesia agar dapat cepat
tanggap dalam menangani persoalan-persoalan yang ada, sebab saat ini KPI-lah
yang menjadi garda terdepan untuk mengawasi penyiaran agar prinsip-prinsip yang
ada pada regulasi P3SPS mulai dari perlindungan untuk anak dan lain-lain dapat
tetap diperjuangkan, sehingga dapat menciptakan siaran yang sehat—dan tentu,
berkualitas.
SALAM TAYANGAN
SEHAT