SUARA PERUBAHAN: Kreatif, Inovatif, Religius

Sudahi Penantian Panjang, UMJ Akhirnya Gelar Wisuda Secara Offline

Foto: Prosesi Wisuda UMJ. (Dok. Supermedia)

Cirendeu, Supermedia - Pertama kali sejak pandemi Covid-19 melanda, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) akhirnya menggelar wisuda secara offline. Setelah sebelumnya dilaksanakan secara online sebanyak 2 kali pada November 2020 dan Agustus 2021.

Prosesi wisuda ini awalnya berjalan kondusif dan ketat. Sampai di penghujung acara, wisudawan, keluarga, dan mahasiswa yang hadir melalaikan protokol kesehatan (prokes). Imbauan soal ketentuan dan tata tertib wisuda dari pengeras suara terdengar berulang kali.

Acara yang digelar di ICE BSD, Tangerang, Sabtu (27/11/2021) ini dihadiri sejumlah tamu kehormatan yang turut menyampaikan sambutan, yaitu Ketua Kopertais Wilayah 1 DKI Jakarta dan Banten, Amany Lubis; Ketua LLDikti 3 DKI Jakarta, Agus Setyo; Ketua BPH UMJ, Abdul Muti; Majelis Dikti Litbang Muhammadiyah. Selain itu, turut hadir juga menyampaikan orasi ilmiah oleh Rektor UMS, Sofyan Anif.

Wisuda offline pertama dalam masa pandemi Covid-19 ini merupakan wisuda untuk Program Pascasarjana ke-43, Sarjana ke-74, dan Diploma Tiga yang meluluskan 1.673 wisudawan dari 10 fakultas.

Rektor UMJ, Ma'mun Murod meminta maaf kepada orang tua atau keluarga wisudawan karena tidak bisa menghadirkan dalam waktu dan tempat yang bersamaan karena aturan yang berkaitan dengan Covid-19. "Kami dari pimpinan sudah berikhtiar secara serius, Allah lah yang kemudian menentukan bahwa kita dibolehkan wisuda hanya dengan menghadirkan wisudawan dan wisudawati saja ,tapi tidak dengan orang tuanya," pungkas Ma'mun.

Lebih lanjut, ia memberikan 2 pesan dalam sambutan. Pertama, berkaitan dengan dakwah Islam dan Kemuhammadiyahan. Kedua, berkaitan dengan penyampaian dakwah secara moderat.

"Karena dalam perkembangan perkembangan akhir di Indonesia, persoalan yang berkenaan dengan radikalisme beragama itu masih kerap muncul ke permukaan. Penyebabnya tentu beragam, salah satunya adalah model. Pemahaman keagamaan yang skripturalistik, yang cenderung hitam putih, tapi yang perlu diingat, ada persoalan lain penyebab dari radikalisme, yaitu kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi yang masih terjadi di Indonesia," tambahnya. (TAH/RR)