SUARA PERUBAHAN: Kreatif, Inovatif, Religius

Beragama Secara Saintifik


Penulis: Farid Mafakhirul Umam

Ilustrasi: https://sbyireview.files.wordpress.com/

Memang tidak banyak yang tertarik dengan pembahasan ini, tapi bukan jadi masalah barangkali bisa menjadi wawasan keilmuan jika kalian malas membaca buku yang beratus-ratus halaman.  "Agama dan Sains" dua hal yang berbeda, tapi saling membutuhkan.  Ranah keduanya pun berbeda,  agama merupakan ranah keyakinan terhadap wahyu bukan berarti agama merupakan ajaran yang tidak dapat dipahami secara akal.  Sedangkan, sains singkatnya merupakan ilmu pengetahuan yang membutuhkan observasi dan penelitian ini hanya definisi-definisi yang ringkas.

Jelas masih banyak definisi yang pas keduanya jelas berbeda, tapi bukan berarti saling bermusuhan. Pembahasan keduanya tidak terlepas dari orang-orang yang menganggap bahwa agama dan sains adalah satu. Kedua, mereka yang menganggap bahwa agama dan sains tidak bersatu—Kontradiktif.

Meskipun tanpa sadar keduanya telah menjadi penyempurna jalannya kehidupan maka pemuka agama yang tidak menolak perkembangan sains itu sangat menguntungkan. Contoh, ketika kita dilanda virus corona,  sains kedokteran meneliti bahwasanya virus ini sangat cepat menular. Pemuka agama yang baik dan benar akan menyuruh para pengikutnya untuk menetapkan protokol kesehatan guna memutus rantai virus corona. Dia tahu bahwa para ahli kedokteran telah mengumumkan virus ini.

Berbeda halnya dengan orang yang menolak perkembangan zaman. Merasa paling dekat dengan Tuhan sehingga tanpa pengetahuannya  terkait sains,  dia tidak percaya bahwa virus itu ada.  Padahal, bukan cuma virus yang menular, tapi kebodohan yang disampaikan oleh sebagian orang terpandang di masyarakat juga sangat cepat menular.  Makanya tidak heran di masjid ada orang yang memaksa orang lain untuk membuka masker. Ada orang yang merasa yakin bahwa corona tidak ada. Mereka yakin hanya berpasrah kepada Tuhan, maka segala virus tidak akan bisa menyentuhnya. Ini lah gunanya seseorang beragama yang "saintifik” karena memberikan implikasi seseorang untuk berusaha terlebih dahulu sebelum tawakal.

Saya tidak mau membahas lebih lanjut terkait corona ini. Saya ingin memberi sedikit pengetahuan terkait korelasi keduanya. Orang beragama seharusnya tidak anti-sains karena pada akhirnya sains juga sangat berperan untuk membuktikan kuasa Tuhan,  tapi juga harus tahu diri saya dan kalian yang bukan saintis,  jangan merasa pintar dengan berpikir secara pragmatik bahwa sains itu semuanya ada di dalam Al-Quran. Pasti tidak akan bertentangan. Kalau ada sains yang bertentangan dengan kitab suci maka yang salah adalah sains. Ini kan contoh orang yang pede dengan kemalasannya.  Mau membantah sains, tapi dengan keyakinan.  Jelas-jelas keduanya berbeda. Anda kalau membantah sains ya dengan sains dong biarkan bukan dengan keyakinan paling tidak anda menghargai usaha penelitian itu dengan tidak mencemooh jika ada sains yang sesuai dengan kitab sucinya kita merasa sok pintar. 

" Noh kan sains pasti sejalan sama Al-quran"

Ini kan seolah-olah menampakan kemalasan dirinya dengan menjadikan agama sebagai bentengnya. Jadi yang jelek adalah agama-agama yang terkesan hanya menumpang nama atas penelitian orang barat, tapi giliran Darwin mengeluarkan teori evolusi mengenai perubahan perkembangan manusia anda menyatakan penolakan dengan keras tanpa ada penelitian yang jelas. Jika kita seorang muslim, tugas kita meyakini apa-apa yang ada di dalam Al-Quran, tapi bukan untuk membantah penelitian. Orang yang berpikir bahwa agama dan sains adalah satu,  maka dia akan pusing ketika mendapati realita bahwa sains bertentangan dengan agama. Siapa yang harus disalahkan? ini yang dikhawatirkan ketika kita menganggap bahwa agama dan sains adalah satu. Jika kita menyalahkan sains dan keyakinan yang nggak masuk akal keyakinan anda tidak bisa mematahkan penelitian orang lain terlebih kalau penelitiannya seorang yang tidak beragama—Atheist.

Profesor Quraish Shihab pernah berkata "Tolaklah ia. Atas nama ilmu terimalah. Iya atas nama ilmu, Jangan libatkan Islam dan Al-Quran di sini".

Jadi ketika kita sepakat secara keilmuan bukan berarti kita mengingkari keyakinan.  Oleh karena itu, mari menjadi religius saintifik dengan pemahaman meskipun agama dan sains adalah dua hal yang berbeda, tapi keduanya berjalan beriringan.