Refleksi Tahun 2021 dan Resolusi Tahun 2022
Oleh Shinyo
Tak terasa hanya tinggal menghitung hari tahun 2021 akan pergi dan berganti tahun 2022. Bergantinya tahun berarti kita telah menghabiskan 365 hari dan kurang lebih 52 minggu untuk setiap aktivitas kehidupan.
Bergantinya tahun tentu seharusnya banyak pencapaian yang telah kita lakukan yang seharusnya bisa menjadi kenangan manis, bahkan artefak sejarah yang nantinya dapat kita ceritakan ke anak cucu kita kelak.
Ketika pandemi Covid-19
melanda
Sejak bulan Maret 2020 kita mengarungi hidup dengan penuh cobaan yang tentu sebelumnya belum terbayangkan harus seperti apa kita menghadapi hal tersebut adalah ketika Indonesia dan bahkan seluruh dunia mengalami pandemi Covid-19. Virus Covid-19 adalah penyakit virus corona (Covid-19) yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Sebagian besar orang yang tertular Covid-19 akan mengalami gejala ringan hingga sedang dan akan pulih tanpa penanganan khusus. Namun, sebagian orang akan mengalami sakit parah dan memerlukan bantuan medis.
Adanya pandemi Covid-19 tentu membuat seluruh masyarakat Indonesia khawatir, sebab ini adalah virus varian baru yang sangat cepat penularannya sehingga sejak saat itu kita seluruh masyarakat Indonesia harus menerapkan pola hidup baru, yakni dengan menggunakan masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak.
Menjalani kehidupan baru yang sebelumnya kita belum pernah rasakan tentu tidak terbiasa untuk dijalani, namun apa boleh buat sebab kesehatan saat ditengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini amatlah sangat penting. Kesehatan penting untuk kita jaga sebab jika imun kita turun tentu akan lebih mudah terpapar penyakit.
Meskipun hingga saat ini kita belum kunjung usai dalam masalah pandemi Covid-19, bahkan dikabarkan muncul varian baru. Namun, sepertinya Sang Pencipta memberikan alur cerita hidup demikian tentu tidak mungkin tanpa hikmah yang bisa diambil. Adanya pandemi Covid-19 memberikan begitu banyak pelajaran yang bisa kita ambil seperti kita lebih peduli dengan kesehatan, meningkatkan jiwa sosial, serta banyak lagi hikmah yang tiap orang tidak bisa disamakan pelajaran apa yang bisa diambil dari adanya pandemi Covid-19.
Menjadi makhluk sosial yang
sesungguhnya
Dengan telah bergantinya tahun tentu kita akan memiliki rencana hidup ke depan yang tentu akan dikemas secara menarik oleh tiap pribadi manusia. Namun, setelah kita berkaca dan merefleksikan diri tentang diri kita di tahun 2021, apakah sudah baik? Apakah sudah bermanfaat bagi banyak orang? Penulis serahkan kepada pembaca untuk menjawab dalam hati masing-masing. Kita pernah mendengar perkataan “Jangan sampai adanya dan tidak adanya kita di dunia akan sama saja dan tidak mengubah apa-apa,” tentu perkataan tersebut sungguh sangat menampar diri kita apabila kita sebagai manusia tidak melakukan apa-apa terutama sebagai pemegang gelar makhluk sosial.
Adanya pandemi Covid-19 memberikan dampak begitu besar bagi seluruh dunia, terkhusus di Indonesia angka kematian yang tercatat sampai saat ini adalah sebesar 144.094 jiwa. Tak bisa kita bayangkan begitu banyak orang yang ditinggalkan keluarganya, tak terhitung anak yang masih membutuhkan kasih sayang orang tuanya, tetapi orang tua mereka harus melawan virus ini yang pada akhirnya tumbang dan kalah.
Dengan adanya Pandemi Covid-19 seharusnya membuka mata kita lebar-lebar, bahwa kita hidup di dunia ini tidaklah sendiri, melainkan bermasyarakat. Baik yang kita kenal atau sekalipun kita tidak mengenalinya. Di tahun 2022 kita haruslah lebih peka dan sadar untuk membantu saudara-saudara kita dan itu tidak mengenal suku, budaya, agama, tapi semua itu karena rasa kemanusiaan. Sebab jikalau kita tidak memiliki kesadaran bagi perubahan sosial, tentu kita akan termasuk makhluk sosial yang amat sangat berdosa, memiliki kemampuan berfikir dan bertindak, tapi hanya terdiam dan tak tergerak hatinya.
Mengasah skill
Setelah bertambahnya tahun menjadi 2022 berarti kita akan semakin dekat dengan tahun di mana akan munculnya generasi emas, munculnya generasi produktif pada masyarakat yang sebagian kita tau dengan dinamakannya Bonus Demografi. Bonus demografi adalah suatu kondisi dimana populasi masyarakat akan didominasi oleh individu-individu dengan usia produktif. Usia produktif yang dimaksud adalah rentang usia 15 hingga 64 tahun.
Munculnya generasi emas ataupun generasi berkemajuan tentu kita harus ikut andil. Namun, yang penulis ingin sampaikan adalah kita harus mempersiapkan itu semua mulai dari mengasah skill kita baik soft skill maupun hardskill karena ditahun yang produktif tersebut jikalau kita tidak memiliki kemampuan yang bisa kita tawarkan tentu kita akan tertinggal dan tantangan seperti mendapatkan pekerjaan tidak menutup kemungkinan akan semakin sulit jika tak memiliki daya tawar.
Maka dari itu mari bersama-sama kita menyiapkan diri untuk menyambut masa di mana kita harus berkompetisi untuk menjadi manusia yang produktif dan memiliki kemampuan untuk nantinya dirasakan oleh masyarakat.
Jangan fokus pada kelemahan
Pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini tak sedikit di luar sana yang menyerah dalam melewati ujian ini, sebab mereka berfikir bahwa tak sanggup lagi menjalani ini semua, ini sangat berat. Rasa lelah tentu manusiawi karena itu adalah fitrah manusia. Namun, jika kita belum mencoba lantas kenapa kita bisa mengatakan bahwa kita tidak sanggup? Bukankah kita harus berikhtiar terlebih dahulu sebelum bertawakal?
Pandemi Covid-19 memang memberikan guncangan hidup yang sungguh luar biasa. Namun, itu bukan berarti memberikan kesimpulan bahwa hidup sudah selesai. Tidak! Jikalau memang kita memiliki kelemahan pada diri kita tentu harus sadar. Namun, bukan berarti larut dalam kelemahan tersebut dan membuat kita enggan untuk bangkit. Manusia yang cerdik adalah di mana mereka mau untuk mempelajari kesalahan serta meningkatkan kelebihan yang mereka punya.
Tak mungkin Sang Pencipta yang menciptakan kita ke muka bumi tidak membekali kita sedikitpun kemampuan. Kemampuan tiap manusia pastilah berbeda. Namun, yang penulis ingin sampaikan adalah Jangan terlalu larut dalam kelemahan, tapi harus fokus juga dengan kelebihan yang kita miliki.
Sikap kita untuk tidak larut dalam kelemahan dan bangkit fokus pada kelebihan akan memberikan dorongan hidup pada diri kita yang mengatakan hidup gak sesulit itu kok, setelah dicoba gue mampu!, kalimat-kalimat seperti itu jika kita korelasikan dengan bahasa anak sekarang adalah self healing, yakni kalau diartikan berarti proses penyembuhan mental pada diri sendiri. Hal ini sangat penting karena yang tau dan paham dengan diri kita adalah kita meskipun orang lain memberikan semangat dan motivasi. Namun, jika kita tidak bisa mendorong diri kita sendiri tentu akan memberikan dampak negatif yang bahkan nantinya menjadi faktor orang menjadi sakit karena sakit tidak selalu karena kelelahan fisik. Namun, juga bisa karena tidak merawat pikiran dengan yang positif.