Aku Tahu
Oleh Marselina
(Dok. Pixabay) |
“Sehebat apapun kita merencanakan sesuatu, tetaplah rencana allah swt adalah sebaik-baiknya rancangan.”
-Ust. Hanan Attaki –
Ketika angin berhembus
dan berbisik di telinga dengan begitu saja tak tau apa yang harus dilakukan
oleh seorang wanita yang hanya duduk terdiam sambil menikmati hembusan angin.
Yah, aku In,a seorang
wanita yang dituntut menjadi dewasa oleh keadaan yang hanya bisa terdiam yang
tak tau harus apa yang kulakukan.
Enam tahun hidupku tidak
tinggal di rumah, yang harus meninggalkan rumah demi menuntut ilmu dan
meninggalkan rumah dengan keadaan seorang superheroku dalam keadaan sakit,
superheroku yah itu ayahku.
Setelah enam tahun aku
menuntut ilmu dan aku kembali ke rumah dengan senang hati, setelah beberapa
bulan aku tinggal di rumah dan Allah SWT mempunyai rencana baik yang di mana
aku harus kehilangan superheroku yang di mana harus kembali ke Allah SWT. diri
ini hanya bisa menangis dan menyesal karena tidak bisa merawatnya disaat ia
membutuhkan diriku, dan hati ini pun menangis karena kehilangan tempat untuk
bercerita, air mata turun membanjiri pipi ini.
Lagi-lagi aku hanya bisa
menyesal atas apa perbuatannya disengaja atau pun tidak sengaja kepada superheronya.
Akan tetapi, aku harus
bisa jalani dan harus menerima keadaan yang sekarang, setelah ayahku meninggal
aku selalu merasa kehilangan. Akan tetapi, salah satu sahabatku selalu
menguatkan ku, yang aku merasa kehilangan dan kesedihan kini tidak.
“Jangan terlalu bersedih,
udah takdir Allah SWT kita gak ada yang tau na, sekarang kita buka lembaran
baru yang harus diisi dengan kebahagian.”
“Iya, Inshaallah Ina bisa
jalanin hal baru dengan kebahagiaan.”
Oh ya, sahabat Ina ini
selalu bisa bikin bahagia Ina, walaupun dengan pembahasan yang menurut orang
lain itu tidak jelas, tapi dengan cara itu kita bisa bahagia. Yah panggil aja dina.
Kita sekarang telah duduk
di bangku perkuliahan dengan universitas yang berbeda dan jurusan yang berbeda,
tetapi kita tetep bersahabat. Allahamdulilah di saat aku harus menyebarkan ilmu
yang telah didapat selama enam tahun menuntut ilmu. Yaps, aku sekarang mengajar
di sebuah TPA ngajar ngaji bersama Dina.
Selama aku enam bulan
mengajar di TPA dengan yang waktunya harus bentrok dengan kuliah atau
kegiatan-kegiatan dari kampus, aku merasa iri dengan teman-teman yang bisa
kuliah dengan fokus dan sedangkan aku harus mengajar di TPA untuk membantu
keluargaku, aku merasa iri dengan kakakku yang setiap sakit selalu dirawat
penuh dengan ibuku, tetapi di saat aku sakit ibuku tidak merawatku tidak
seperti ibuku merawat kakakku, dan di saat kakakku dengan keadaan sakit dan
ingin selalu masuk kerja, ibuku melarang dan menyuruh kakakku berhenti bekerja
dan kini kakakku menjadi pengangguran. Akan tetapi, di saat aku sedang sakit
aku tetap disuruh masuk ngajar di TPA, kini diriku saja yang harus bekerja
untuk keluarga sambil kuliah.
Aku ingin sekali bisa
bisa liburan main dengan teman-teman dengan puas dan aku selalu dituntut untuk
menjadi dewasa dengan ibuku dan kakakku, aku merasa sedih karena harus
memaksakan diriku ini untuk menjadi dewasa, dan aku tak tau harus menceritakan
semua masalah ini dengan siapa? Karena superheroku telah tiada dan aku harus
bisa menyembunyikan kesedihanku dari teman-temanku, harus bisa tertawa dan
tersenyum dibalik kesedihan yang mendalam.
Lagi-lagi Dina kembali
menyemangati hatiku dan diriku.
“Udahlah, Na. Sekarang
mah kita kaya badut aja dulu, yang di mana selalu membuat orang lain tertawa, tetapi
di balik itu semua ada kesedihan yang orang lain tak tahu dan nantinya hati
kita pun akan ikut tersenyum”’
Dan diriku dituntut untuk selalu bahagia walau pun ada kesedihan di hati, dan selalu dituntut menjadi dewasa dengan keadaan yang berakhir dengan paksaan dan kesedihan.
“Tidak harus merasakan menyerah selagi kamu tau bahwa sang pemberi kekuatan senantiasa bersama kamu.”
-Ustadzah. Haliamah Alaydrus-