SUARA PERUBAHAN: Kreatif, Inovatif, Religius

Hari Perbukuan Nasional Diperingati 17 Mei, Dorong Budaya Literasi dan Produksi Buku di Indonesia

Oleh Wildan Amin Syahadah

Pict by Pinterest

Hari Buku Nasional di Indonesia diperingati setiap tanggal 17 Mei.Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan pendirian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 17 Mei 1980.

Gagasan untuk menetapkan Hari Buku Nasional pertama kali muncul pada tahun 2002, atas inisiatif Menteri Pendidikan Nasional saat itu, Abdul Malik Fadjar.

Tujuannya adalah untuk:

1. Meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia

2. Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya budaya literasi 

3. Mendorong produksi dan distribusi buku secara lebih merata di Indonesia 

Perbukuan nasional mencerminkan tingkat literasi, kualitas pendidikan, dan kemajuan budaya suatu negara. Di Indonesia, perbukuan memegang peranan penting dalam mendukung agenda pembangunan sumber daya manusia, terlebih dalam era globalisasi dan digitalisasi saat ini. Pemerintah melalui berbagai regulasi telah berusaha mendorong pertumbuhan dunia perbukuan, namun tetap terdapat tantangan besar yang perlu dihadapi.

KONDISI PERBUKUAN NASIONAL

a. Produksi Buku

Produksi buku di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Data dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menunjukkan bahwa:

Jumlah judul buku baru bertambah tiap tahun, terutama dari sektor pendidikan, fiksi, dan pengembangan diri.

Buku digital (e-book) mulai mengalami pertumbuhan seiring dengan penetrasi internet dan penggunaan gadget.

b. Distribusi Buku

Distribusi buku di Indonesia masih belum merata. Pulau Jawa mendominasi peredaran buku nasional, sedangkan wilayah Indonesia Timur (seperti Papua, Maluku) sering mengalami kekurangan pasokan buku. Hal ini diperparah oleh infrastruktur logistik yang belum optimal dan biaya distribusi yang tinggi.

c. Aksesibilitas dan Harga

Harga buku di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan daya beli masyarakat, terutama di daerah-daerah. Ini menyebabkan akses terhadap buku berkualitas menjadi terbatas, kecuali bagi mereka yang berada di kota-kota besar.

d. Literasi dan Minat Baca

Indonesia beberapa kali dilaporkan memiliki tingkat literasi yang rendah menurut data internasional seperti UNESCO dan PISA (Programme for International Student Assessment). Meski demikian, dalam beberapa tahun terakhir ada peningkatan kesadaran pentingnya budaya membaca, didukung gerakan seperti “Gerakan Literasi Nasional” (GLN) yang diinisiasi pemerintah.

e. Regulasi dan Dukungan Pemerintah

Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan berupaya mengatur ekosistem perbukuan nasional, termasuk standardisasi, pengawasan isi, dan mendorong penerbitan buku bermutu.
Beberapa program pemerintah:

  1. Program Wajib Buku Nasional (WBN)

  2. Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

  3. Bantuan Buku ke Perpustakaan Daerah

  4. Hari Buku Nasional (17 Mei)

TANTANGAN PERBUKUAN NASIONAL

Kualitas Buku: Tidak semua buku yang beredar berkualitas baik, ada yang hanya mengejar pasar tanpa memperhatikan substansi ilmiah atau nilai pendidikan.

Penerbitan Indie vs Penerbitan Besar: Penerbit indie tumbuh pesat, namun seringkali kurang terkurasi sehingga kualitas konten bervariasi.

Digitalisasi: Adaptasi ke platform digital menghadirkan tantangan baru, baik dari sisi hak cipta, model bisnis, hingga ketahanan ekosistem penerbitan tradisional.

Kurangnya Minat Baca: Budaya membaca masih belum mengakar kuat, banyak masyarakat lebih memilih konsumsi media visual (seperti video dan media sosial) daripada membaca buku.

PELUANG PERBUKUAN NASIONAL

Pertumbuhan Buku Digital: Membuka peluang untuk menjangkau lebih banyak pembaca dengan biaya lebih rendah.

Gerakan Literasi: Jika terus digalakkan, bisa menciptakan generasi baru yang lebih melek buku.

Penerbitan Lokal: Penerbit lokal di daerah-daerah mulai aktif menerbitkan buku dengan kearifan lokal, memperkaya khazanah perbukuan nasional.

Kolaborasi Internasional: Semakin banyak buku Indonesia yang diterjemahkan dan dipasarkan di luar negeri.