BOTRAM DALAM PERPEKSTIF AL QURAN (Surat An-Nisa Ayat 36)
Oleh Ibrahim Abid
![]() |
Pict by Pinterest |
A.Pengertian Botram ( Budaya Sunda )
Botram adalah tradisi makan bersama yang berasal dari budaya Sunda, di mana setiap peserta membawa hidangan untuk dimakan bersama dalam sebuah acara. Tradisi ini sering diadakan dalam berbagai kegiatan sosial, baik dalam kelompok agama maupun masyarakat umum. Konsep utama dari botram adalah kebersamaan dan gotong royong dalam berbagi makanan, sehingga perencanaan makan menjadi lebih sederhana dan biaya dapat dibagi di antara peserta. Acara ini dapat bersifat formal maupun informal, tergantung pada situasi dan tujuan diadakannya botram.
Salah satu ciri khas botram adalah adanya kesepakatan bahwa setiap peserta membawa makanan yang cukup untuk dibagikan kepada orang lain. Dalam beberapa kasus, peserta dapat menyepakati sebelumnya makanan apa yang akan dibawa agar lebih beragam dan menghindari duplikasi hidangan. Makanan yang dibawa pun beragam, mulai dari hidangan utama, laukpauk, hingga makanan penutup. Tradisi ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan makan bersama, tetapi juga menjadi sarana mempererat hubungan sosial dan menumbuhkan rasa kebersamaan di antara peserta.
Botram dalam budaya Sunda tidak hanya sekadar makan bersama, tetapi juga memiliki nilai filosofis yang mendalam. Tradisi ini biasanya dilakukan dengan duduk bersama di atas tikar atau beralaskan daun pisang, yang mencerminkan kesederhanaan dan kebersamaan. Dengan konsep ini, tidak ada perbedaan status sosial di antara peserta, sehingga setiap orang dapat merasakan kebersamaan tanpa sekat. Botram juga sering diadakan dalam acara keluarga, hajatan, atau pertemuan komunitas sebagai bentuk ungkapan syukur dan kebersamaan.
Selain itu, dalam botram setiap peserta diharapkan untuk membawa lauk pauk atau makanan lainnya yang kemudian dikumpulkan dan dinikmati bersama. Hal ini mengajarkan nilai gotong royong, kedermawanan, serta sikap saling berbagi dalam kehidupan bermasyarakat. Makanan yang disajikan pun biasanya adalah hidangan khas daerah yang mencerminkan identitas budaya Sunda. Dengan adanya botram, masyarakat tidak hanya menjaga tradisi leluhur, tetapi juga mempererat hubungan sosial dan memperkuat nilai-nilai kebersamaan yang menjadi bagian dari kearifan lokal Sunda.
B. Tafsir Surat An-Nisa Ayat 36
Tafsir Ibnu Katsir
Dalam tafsir Ibnu Katsir terhadap Surah An-Nisa ayat 36, Allah Swt. menegaskan perintah untuk menyembah-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun. Hal ini menjadi prinsip utama dalam tauhid yang menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak disembah karena Dia adalah Pencipta dan Pemberi rezeki. Nabi Muhammad Saw. juga menegaskan bahwa hak Allah atas hamba-Nya adalah agar mereka hanya menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya. Selain itu, ayat ini juga mengajarkan tentang pentingnya berbakti kepada kedua orang tua sebagai bentuk syukur atas keberadaan mereka yang menjadi sebab kehidupan seseorang. Allah sering menggandengkan perintah beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada orang tua, seperti yang disebutkan dalam Surah Luqman ayat 14 dan Surah Al-Isra ayat 23. Setelah itu, perintah ini diperluas kepada kaum kerabat, di mana bersedekah kepada mereka tidak hanya dianggap sebagai amal kebaikan, tetapi juga sebagai bentuk menjaga hubungan silaturahmi.
Selanjutnya, ayat ini juga menekankan pentingnya berbuat baik kepada anak yatim, orang miskin, dan tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh. Anak yatim perlu mendapatkan perhatian khusus karena mereka telah kehilangan sosok yang mengurus dan memenuhi kebutuhan mereka. Begitu pula dengan orang miskin yang membutuhkan uluran tangan agar kebutuhan hidupnya terpenuhi. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa mengenai fakir miskin akan dibahas lebih lanjut dalam tafsir Surah At-Taubah. Kemudian, berbuat baik kepada tetangga juga menjadi perhatian dalam ayat ini. Dalam penafsiran Ibnu Abbas, tetangga dekat adalah yang memiliki hubungan kerabat, sedangkan tetangga jauh adalah yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Ada juga yang menafsirkan bahwa tetangga dekat adalah yang beragama Islam, sementara tetangga jauh bisa jadi beragama Yahudi atau Nasrani. Bahkan, ada yang menafsirkan bahwa tetangga dekat bisa merujuk pada istri atau teman seperjalanan. Tafsir ini menunjukkan betapa luasnya cakupan perintah untuk berbuat baik dalam Islam, tidak hanya kepada keluarga, tetapi juga kepada lingkungan sosial yang lebih luas.
Tafsir Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir
Dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al-Asyqar menjelaskan bahwa Qs. An-Nisa ayat 36 menekankan pentingnya berbuat baik kepada berbagai kelompok masyarakat, termasuk orang tua, kerabat, anak yatim, fakir miskin, tetangga dekat maupun jauh, teman sejawat, musafir, serta hamba sahaya. Ayat ini menegaskan bahwa dalam Islam, hubungan sosial harus dibangun di atas dasar kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Tetangga yang dekat dijelaskan sebagai orang yang tidak hanya tinggal berdekatan tetapi juga memiliki hubungan kekerabatan, sedangkan tetangga yang jauh bisa berarti mereka yang tidak memiliki hubungan darah atau bahkan berbeda keyakinan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menjalin hubungan baik dengan siapa saja, tanpa membeda-bedakan latar belakang mereka.
kerja, dan sahabat dalam menuntut ilmu maupun berdagang. Ibnu sabil, atau orang yang dalam perjalanan, berhak mendapatkan bantuan dari masyarakat setempat, terutama jika mereka kehabisan bekal. Islam juga mengajarkan perlakuan yang baik terhadap hamba sahaya, termasuk memberikan makanan dan pakaian yang layak. Di sisi lain, ayat ini juga melarang sifat sombong dan membanggakan diri, karena kedua sifat ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan kerendahan hati dan sikap saling membantu. Dengan demikian, Qs. An-Nisa ayat 36 memberikan pedoman yang jelas dalam membangun hubungan sosial yang harmonis, di mana setiap individu memiliki hak dan kewajiban untuk memperlakukan orang lain dengan baik.
C. Hubungan Surat An-Nisa ayat 36 dengan Budaya Botram
Dalam Budaya botram dalam masyarakat Sunda memiliki keselarasan dengan ajaran Islam, khususnya dalam Qs. An-Nisa ayat 36, yang menekankan pentingnya berbuat baik kepada orang-orang di sekitar. Dalam tradisi botram, setiap orang berbagi makanan tanpa memandang perbedaan status sosial, mencerminkan nilai kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama. Hal ini sejalan dengan perintah Allah untuk bersikap baik terhadap keluarga, tetangga, fakir miskin, serta mereka yang membutuhkan. Melalui botram, sikap tolong-menolong dan persaudaraan dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana yang diajarkan dalam ayat tersebut.
Dalam tafsir yang saya sampaikan juga dijelaskan bahwa tetangga dekat dan jauh memiliki hak yang berbeda, tergantung pada tingkat kedekatannya. Botram merupakan salah satu tradisi yang mencerminkan ajaran ini, karena dalam praktiknya, tidak hanya keluarga atau kerabat yang diundang, tetapi juga tetangga dan masyarakat sekitar. Hal ini sesuai dengan anjuran Islam untuk menjalin hubungan baik dengan sesama, baik mereka yang memiliki kedekatan nasab maupun yang tidak. Melalui botram, seseorang dapat mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial, yaitu dengan berbagi rezeki, mempererat tali silaturahmi, serta menunjukkan kepedulian terhadap orang lain, sebagaimana yang terkandung dalam Qs. AnNisa ayat 36.
Selain itu, dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. Hal ini sejalan dengan esensi botram yang mengajarkan kesederhanaan dan kebersamaan. Dalam tradisi ini, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan yang miskin, karena semua duduk bersama dan menikmati makanan yang telah dibawa secara sukarela. Tradisi ini menjadi wujud nyata dari ajaran Islam tentang sikap rendah hati dan berbagi tanpa pamrih. Dengan demikian, botram bukan hanya sekadar tradisi makan bersama, tetapi juga salah satu bentuk implementasi dari ajaran Islam dalam membangun hubungan sosial yang harmonis, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam tafsir Qs. An-Nisa ayat 36.
Makan bersama juga merupakan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu menyampaikan bahwa Rasulullah bersabda, “Makanan untuk seorang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk empat orang, dan makanan empat orang cukup untuk delapan orang” (HR. Muslim No. 2059). Hadis ini menunjukkan bahwa keberkahan dalam makanan akan bertambah jika dinikmati secara bersama-sama. Ibnu Hajar rahimahullah juga menjelaskan bahwa makan bersama membawa keberkahan, sebagaimana dalam riwayat AthThabrani dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu yang berbunyi, “Makanlah bersama-sama dan janganlah berpisah-pisah, karena sesungguhnya makanan untuk satu orang cukup untuk dua orang” (HR. Ath-Thabrani 7/259/7444).
Konsep ini sejalan dengan budaya botram yang menekankan kebersamaan dalam menyantap makanan. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa membaca basmalah sebelum makan dan mengucapkan tahmid setelahnya dapat memberikan manfaat dan keberkahan, serta menghindarkan dari mudarat. Sementara itu, Imam Ahmad rahimahullah menyebutkan bahwa makanan yang sempurna adalah yang memenuhi empat hal: menyebut nama Allah sebelum makan, memuji Allah setelahnya, disantap oleh banyak tangan, dan berasal dari makanan yang halal. Dalam tradisi botram, nilai-nilai ini tercermin melalui praktik makan bersama yang mempererat silaturahmi dan menumbuhkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah subhanahu wa ta’ala.
Kesimpulan
Budaya botram dalam masyarakat Sunda merupakan tradisi makan bersama yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan berbagi. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari kearifan lokal, tetapi juga memiliki keterkaitan dengan ajaran Islam, khususnya dalam Al-Qur’an. Dalam Surat An-Nisa ayat 36, Allah memerintahkan umat Islam untuk berbuat baik kepada orang tua, kerabat, anak yatim, fakir miskin, tetangga, teman sejawat, musafir, hingga hamba sahaya. Nilai-nilai tersebut tampak dalam tradisi botram yang melibatkan banyak pihak tanpa membeda-bedakan status sosial, sehingga mencerminkan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat.
Ayat ini juga menegaskan pentingnya membangun hubungan sosial yang harmonis dan saling peduli antara sesama manusia. Dalam konteks botram, praktik makan bersama dapat menjadi sarana untuk memperkuat ikatan sosial, meningkatkan kepedulian, dan mencerminkan nilai-nilai kasih sayang serta solidaritas yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, budaya botram dapat dipandang sebagai salah satu bentuk implementasi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal berbagi dan menjalin hubungan baik dengan sesama.
DAFTAR PUSTAKA
‘Botram Rupanya Termasuk Sunah, Lho!’, Media Dakwah, 2021
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir ‘Pengertian Botram’, Wikipedia